Minggu, 25 September 2011

IKM jilid 1 : Sekapur Sirih tentang IKM ^__^


Bismillaahirrohmaanirrohiim

Assalamu’alaikum…..^___^


Medical experience, again ! Kali ini aku mau cerita tentang pengalamanku di stase ketigaku. Kebetulan, tepat seminggu sebelum Ramadhan kemarin, aku sama temen-temen sekelompok coass-ku secara resmi telah menjadi coass stase Ilmu Kesehatan Masyarakat atau IKM. Stase ini katanya sih stase hura-hura alias stase jalan-jalan. Lumayan santai kalau dari kegiatannya. Tapi, karena kemarin aku sama temen sekelompokku dapet puskesmas yang paling jauh dan ngepasi puasa, jadi menurut aku stase ini nggak santai-santai amatlah, hehe. Penuh cobaan lah pokoknya, tapi dari situlah kami semua belajar (apalagi aku) tentang banyak hal. Pokokmen mantep deh hikmahnya ^__^b

Kami ada delapan orang yang nantinya terbagi jadi dua kelompok kecil, masing-masing empat orang. Aku kenalin satu-satu deh ya. Pertama, tentu aja aku sendiri, Ama. Terus ada temenku yang jenius banget, si Ucha. Terus, ada si mungil yang pinter juga, Dita. Ada Anis, yang jago presentasi. Ada Irma, yang suka menolong dan baik hati. Ada Nina, yang santai dan easy going banget. Ada Mba Sari, anggota kelompok yang paling senior, hehe. Dan tentu saja ada Galih, the only man in this group. Itulah teman-temanku yang sangat kompak di IKM ini.

Seminggu awal, kegiatanku cuma bimbingan di fakultas sama staff IKM yang baik hati dan banyak memberikan ilmu. Pernah ya, dalam sehari aku bimbingan dari pagi sampe sore sama salah satu Profesor di fakultas. Dan itu capek banget…bener-bener udah nggak konsen sama materinya, dan materinya itu tentang statistik yang udah jelas aku males banget buat mempelajarinya…nggak ngerti aku sama ilmu satu itu…I don’t know why..T__T

Nah, minggu kedua, adalah minggu pertama puasa. Kami pun udah mulai belajar di  luar fakultas. Kebetulan pas diundi kami dapet di daerah Sukoharjo. Otomatically, selama lima minggu ke depan kegiatan kami full di daerah tersebut. Tiga hari awal kami belajar di DKK Sukoharjo. Cukup banyak pelajaran yang bisa diambil. Jadi tahu, ternyata dunia per-DKK-an itu seperti itu. Bener-bener administratif, sibuk, dan tiap hari kerjaannya membuat dan mengevaluasi semua kebijakan-kebijakan dalam bidang kesehatan (nggak tipeku banget deh kayaknya…T_T). Di DKK kami dibagi jadi dua kelompok kecil, yang itu artinya masing-masing kelompok akan ditempatkan di puskesmas yang berbeda. Kelompok si Ucha yang terdiri dari Dita, Irma, dan Nina dapet di Puskesmas Polokarto. Lumayan deket. Sekitar setengah jam katanya kalau naik mobil dari kampus. Nah, kalau kelompokku, kebetulan dapet puskesmas yang paling jauuuh…di Kecamatan Weru…dan di sana aku bareng sama Anis, Galih, dan Mba Sari. 

Masuk ke tiga hari berikutnya dalam minggu kedua itu, kami belajar di RSUD Sukoharjo. Banyak hal yang kami pelajari juga di sini. Terutama tentang Sistem Kesehatan Nasional yang mengacu pada Referal System alias Sistem Kesehatan berjenjang. Bahasa gampangnya sih sistem rujukan. Jadi, ketika ada pasien sakit, mestinya di bawa dulu ke pusat kesehatan primer seperti puskesmas ataupun praktik dokter pribadi. Kalau bisa tertangani, cukup sampai di situ. Kalau ternyata butuh penanganan lebih lanjut atau misalnya kasusnya di luar kompetensi dokter umum, maka si Primary Health Care tadi harus merujuknya ke Secondary Health Care yang ada di atasnya, rumah sakit daerah misalnya. 

Nah, kalau masih belum bisa tertangani juga, barulah pasien di rujuk ke pusat pelayanan kesehatan yang tertinggi yaitu Tertier Health Care, misalnya RS tipe A yang pelayanan kesehatannya udah holistik dan komprehensif. Nah, idealnya sistem kesehatan berjenjang itu mestinya begitu. Jadi nggak bisa langsung main lompat gitu aja. Kecuali kalau kasusnya darurat, itu lain ceritanya. 

Salah satu topik asyik yang jadi bahan kami diskusi adalah tentang sistem jamkesmas. Ini sih udah sering aku jumpai di RS tempat aku biasa coass pas di Solo. Tapi selama ini aku cuma sebatas tahu jamkesmas karena itu ada kaitannya sama jenis resep yang diberikan pas di RS Solo dulu. Misalnya, pasien jamkesmas resep obatnya warna kuning, resep pasien Askes warna hijau, kalau resep pasien umum dan SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) yang warna pink. Udah, aku taunya cuma sebatas itu. Kenapa dibedakan warnanya? Ya itu sih ada hubungannya dengan fasilitas dan jenis obat yang diberikan untuk pasien jamkesmas yang tentu aja beda dengan kalau bayar pakai cara lain. 

Misalnya, pasien jamkesmas itu selalu masuk kamar kelas III, nggak boleh kamar kelas II atau malah kelas I, terus jenis obatnya pun udah dijatah. Kalau misalnya dapet obat yang di luar daftar obat jamkesmas, udah pasti nggak bakal dapet. Ya ibaratnya, ada konsekuensi yang harus diterima kalau kita menggunakan fasilitas dengan gratis…tis…tis! 

Nah, tentang jamkesmas cuma yang superfisial gitu aja yang aku ngerti. Kalau ribetnya RS dan DKK mengatur klaim jamkesmas, jujur, aku masih belum terlalu paham. Tapi, alhamdulillahnya, di IKM ini aku belajar itu…jadi udah jauh lebih pahamlah sekarang, meskipun ga dalem-dalem amat). Kan emang di IKM ini kita –sebagai calon dokter- belajar tentang managerial sebuah sistem kesehatan seperti yang udah termaktub dalam Five Stars Doctor-nya WHO. Sedikit dibahas boleh deh yaa…Apa sih five Stars Doctor itu???


Five Stars Doctor adalah sebuah paradigma yang sebetulnya udah dibentuk sejak zaman Hipocrates dulu, yang kemudian di masa sekarang paradigma itu mulai didengung-dengungkan, bahkan udah dicanangkan bahwa semua dokter umum harus mampu memiliki lima sifat yang ada dalam five stars doctor itu. Intinya adalah, ada lima hal yang membuat seorang dokter itu dikatakan baik. Apa aja? 

  1. Care Provider. Nama Indonesiannya adalah penyedia layanan kesehatan. Seorang dokter mestinya harus mampu menyediakan sebuah pelayanan kesehatan ketika ada pasien yang membutuhkan pertolongannya. Ya mestinya tugas dokter kan emang itu, ya nggak?
  2. Decision-maker. Maksudnya adalah pembuat keputusan. Bayangin kalau sebagai dokter kita menemui kasus darurat yang butuh penanganan segera. Kita nggak mungkin kan harus buka buku dulu, atau searching di internet dulu, atau tanya sama dosen dulu. Ya iyalaah..!!! Keburu pasien kita sekarat kalo gitu caranya. Nah, inilah yang membuat seorang dokter beda dari profesi lainnya. Karena terkadang dokter dituntut cepat dan tepat untuk membuat keputusan apalagi jika di depannya udah ada pasien yang sedang meregang nyawa. Jadi, dokter kok angel yooo ternyata, hiks!
  3. Communicator. Nah, ini keterampilan yang susah-susah gampang, gampang-gampang susah. Sampe sekarang aja aku masih belum bisa menguasai keterampilan ini secara sempurna. Padahal komunikasi itu hal yang sangat vital dalam hubungan dokter-pasien. Dokter perlu mempersamakan persepsi antara dirinya dengan pasien. Misalnya gini nih, suatu saat kita sebagai dokter ketemu sama pasien yang orangnya katrok banget, nggak ngerti teknologi, bener-bener awam, mestinya cara kita menerangkan sakitnya beda dengan kalau pasin kita seorang guru besar, yang tiap hari kerjaannya ngisi seminar sana sini, masa komunikasinya mau sama??? Jelas beda kan??? Trus misalnya kita ketemu sama pasien kanker yang udah stadium 4, yang udah tinggal menunggu waktu dijemput malaikat maut, hayoo…mesti butuh teknik-teknik komunikasi tertentu kan??? Nah, itulah pentingnya keterampilan komunikasi buat seorang dokter. Emang gampang-gampang susah dan susah-susah gampang sih. But, nggak ada kata terlambat buat belajar. Justru dengan kita banyak bertemu pasien dari situlah kita dapet banyak pelajaran. Iya nggak??? ^__^
  4. Community Leader. Dokter pastinya juga manusia. Dia hidup dalam masyarakat juga. Dan biasanya dokter dinilai agak punya nilai lebih dalam hierarki kemasyarakatan. Dan justru karena itulah omongan pak dokter dan bu dokter biasanya lebih didengar. Nah, peran seorang dokter salah satunya adalah pemimpin (dalam hal kesehatan) di kampungnya. Misalnya ada wabah DBD di suatu daerah, udah banyak anak kecil jadi korban, masa si dokter mau diem aja?? Nggak kaaan…Nah, dokter perlu bertindak –sebatas kompetensi yang ia punya- untuk menjadi pemimpin dan penggerak dalam bidang kesehatan di masyarakatnya.
  5. Manager. Bentar..bentar…ini mau cerita soal dokter apa mau cerita perusahaan sih? Eh, jangan salah ya, dokter itu juga dituntut buat jadi manager yang baik lho. Kenapa ini penting? Bayangin aja. Semandiri-mandirinya seorang dokter, ia nggak mungkin kerja sendirian. Ia tetap butuh perawat, butuh bidan, butuh teman sejawat lain, butuh tenaga administrasi, dan banyak orang lainnya (ini kalau di puskesmas ya). Contoh gampangnya lainnya deh, tim operasi. Ada operator 1, operator 2, asisten 1, asisten 2, terus ada perawat yang ngurusin surgery tools-nya, terus ada dokter anestesinya, dll. Jadi dokter nggak mungkin kerja sendiri. Dia perlu keterampilan jadi seorang pengatur alias manager yang handal. Dan itu butuh belajar…belajar…dan terus belajar..
Nah, dari lima sifat dokter bintang itu, community leader dan manager adalah keterampilan yang akan aku pelajari di Stase IKM ini. Tapi, kayaknya aku nggak bisa nulis semua deh dalam satu postingan. Jadi aku bikin bersambung aja ya ceritanya. Hehe..biar seru dan penasaran. Oke?? Untuk cerita IKM jilid 2, harap menunggu dengan sabar yaaaa…arigato gozaimashita ^___^v

Tidak ada komentar:

Posting Komentar