Kamis, 11 November 2010

Siapa Bilang Orang Indonesia Tidak Suka Membaca ?????

            Indonesia. Demikianlah nama negara satu ini. Sebuah negara yang sangat kaya raya. Kaya akan sumber daya alam dan kaya akan jumlah penduduk. Sebuah negara yang disebut-sebut termasuk dalam salah satu surga dunia. Ini karena Indonesia terletak di kawasan yang sangat strategis, yakni di tengah-tengah perpotongan dua samudera (Pasifik dan Hindia) dan dua benua (Asia dan Australia).
Dari segi topografisnya, Indonesia dijuluki sebagai negara agraris dan juga negara maritim. Agraris karena Indonesia sangat terkenal akan pertaniannya (di mana sebagian besar penduduk Indonesia bekerja sebagai petani) dan juga kaya akan hutan, rawa, dan padang rumput. Sedangkan julukan maritim disebabkan karena dua per tiga wilayah Indonesia adalah lautan dan penduduk Indonesia juga banyak yang menjadi nelayan.
            Karena melihat potensi alam yang begitu besar inilah, banyak orang luar negeri yang iri dan ingin menguasai Indonesia. Realisasi dari keirian bangsa lain itu telah termaktub dalam buku sejarah yang selama ini kita pelajari di sekolah. Adalah dua bangsa, bernama Belanda dan Jepang, yang selama ratusan tahun menjajah dan mengeruk kekayaan dari negeri kita tercinta ini. Mereka, dengan entengnya merampas semua yang menjadi milik bangsa kita. Padahal, saat itu jumlah penduduk Indonesia jauh lebih banyak!
Yang terjadi di zaman sekarang pun ternyata tak jauh beda. Meski sudah merdeka selama 65 tahun, nyatanya kita masih saja menjadi bangsa yang berkembang, dianggap terbelakang, bahkan dinilai tertinggal! Sampai detik ini, kita masih terbelenggu oleh penjajah-penjajah dalam wujud vampire-vampire liberalisme dan kapitalisme yang semakin hari semakin tajam menggigit kehidupan kita.
            Dan inilah, yang kemudian menjadi tanda tanya besar untuk kita semua. Kenapa Indonesia masih seperti ini???
Ada banyak alasan dikemukakan. Salah satunya adalah karena rakyat Indonesia, katanya, adalah orang-orang yang masih bodoh dan terbelakang. Jadi, keadaaan negara kita yang seperti ini disebabkan oleh faktor sumber daya manusianya. Ada human error di sini. Hanya saja, kenapa human error bisa terjadi dalam kurun waktu ratusan tahun? Kenapa bangsa kita tidak juga berbenah padahal sudah tahu kalau kesalahan itu diperbuat oleh diri sendiri? Kenapa kita masih saja “betah” dan “nyaman” menjadi manusia-manusia yang sudah tahu kalau salah, tapi tidak juga berubah?  
            Dari keadaan ini, sudah seharusnya kita menyimak lebih teliti lagi hasil survei yang sudah dilakukan oleh UNESCO yang mengatakan bahwa minat baca penduduk Indonesia sangat jauh tertinggal dibanding negara-negara Asia lainnya. Berdasarkan data yang dilansir Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) secara statistik, budaya baca masyarakat Indonesia menempati posisi terendah dari 52 negara di kawasan Asia Timur. Padahal Indonesia telah lebih dari setengah abad merdeka dari belenggu rantai kolonial yang sengaja membuat rakyat kita jauh dari budaya membaca. Hasil survey ini secara aklamasi menunjuk dada bangsa kita, bahwa penduduknya TIDAK SUKA membaca!
Lantas, adakah korelasi antara kemajuan suatu bangsa dengan minat membaca penduduknya?? Oh, tentu saja ada! Jelas ada. Ts. Elliot, penyair termahsyur dari Inggris abad 20-an menyatakan sebuah kalimat yang begitu dalam maknanya. “Sungguh sulit membangun peradaban tanpa budaya tulis dan baca. Dan salah satu pilar yang menyangga budaya tulis dan baca adalah buku”. Inilah dahsyatnya sebuah benda bernama buku. Inilah hebatnya sebuah aktivitas yang bernama membaca. Keduanya adalah pondasi dasar untuk menunjang suatu bangunan bernama bangsa.
Namun, kembali pada dilema di atas. Benarkah rakyat Indonesia memang malas membaca bahkan tidak suka membaca? Dan kenapa? Ada banyak sebab tentunya.
Pertama, Kurangnya penanaman budaya membaca. Perlu kita ingat bahwa membaca adalah sebuah aktivitas yang tumbuh karena dibiasakan. Membaca adalah penanaman nilai-nilai yang dipupuk semenjak kecil. Dan sayangnya, bangsa Indonesia masih minim akan hal itu. Sedikit sekali orang tua zaman sekarang yang menumbuhkan budaya membaca ini di rumah-rumah mereka, di fase-fase pertumbuhan dan perkembangan anak-anak mereka, di sela-sela waktu luang mereka. Sangat sedikit!
Mereka, para orang tua, terlalu lelah dan tak mau repot mendidik anak-anaknya untuk suka membaca. Meski itu hanya bacaan dongeng sebelum tidur. Coba saja kita lihat sekeliling kita saat ini! Berapa banyak orang tua yang masih menjadikan ritual mendongeng sebelum tidur atau sekedar membacakan buku cerita ke anak-anak mereka? Tentunya, kalaupun masih ada, jumlah ini pastinya sangat minoritas sekali.
 Di era globalisasi seperti sekarang, para orang tua lebih suka memanjakan mata anak-anak mereka dengan tontonan televisi dan tayangan-tayangan online di internet. Saya tidak mengatakan menonton dan melakukan aktivitas visual lewat televisi itu salah, hanya saja, ada tahap-tahap yang harusnya dilalui oleh manusia (secara ilmiah dan psikologis) sebelum akhirnya sampai pada tahap menonton secara visual. Tahap apa itu? Membaca! Itu dia!
 Normalnya, pekembangan visual manusia diawali lebih dahulu oleh aktivitas membaca, baru setelah membaca terlampaui, mata ini bisa kita ajak untuk melihat secara visual langsung lewat televisi maupun internet. Itu normalnya. Namun sayangnya, orang tua zaman sekarang lebih suka menanamkan budaya instant. Mereka melompati satu tahap dasar untuk langsung lompat kelas menuju ke tingkat menonton. Makanya, jangan heran dan sakit hati kalau orang Indonesia dibilang tidak suka atau malas membaca.
Kedua, Rendahnya daya beli masyarakat. Daya beli di sini berkaitan dengan kemampuan masyarakat untuk membeli sesuatu. Dalam kasus ini, yang saya maksud adalah membeli bahan bacaan, bisa berupa koran, tabloid, atau buku. Buku sendiri masih dianggap masyarakat kita sebagai kebutuhan sekunder yang tidak diharuskan untuk dipenuhi secara mendasar. Selain itu, harga-harga buku yang dijual di pasaran saat ini masih tergolong cukup mahal.
Tetapi, meski perlahan, industri perbukuan d Indonesia memang sudah meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya. Event-event pameran buku, perpustakaan gratis, mobil pintar, taman bacaan, dan hibah buku, menjadi sebuah angin segar untuk menyeimbangkan kebutuhan masyarakat akan buku yang harganya diaggap masih melambung tinggi. Meski pada kenyataannya, reading index dan angka buta huruf penduduk Indonesia masih saja pada tingkat yang mengenaskan!
Dua alasan itulah, yang konon menjadi penyebab tidak sukanya penduduk Indonesia terhadap aktivitas membaca. Tetapi, sejujurnya, ada sentilan penasaran yang menelisik jiwa saya ketika membahas masalah ini. Benar, bahwa dari banyak survei, reading index negara Indonesia kita ini memang masih sangat rendah. Namun benarkah rakyat kita benar-benar tidak suka membaca??? Kata rendah dan tidak suka, tentu maknanya jauh berbeda.  Rendah maksudnya bisa saja masih ada, hanya kadarnya sedikit. Sedangkan tidak suka mengandung arti sama sekali tidak ada alias membenci.
Dalam artian, jika kita mengadakan survei ulang secara kualitatif dan kuantitatif, serta menanyakan secara personal kepada satu per satu penduduk Indonesia, bisa jadi hasilnya akan lain dibanding survai yang konon dilakukan oleh UNESCO. 
Mungkin saja akan ada jawaban “per-tapi-an” yang beragam. Misalnya : “Saya tidak suka membaca, tapi saya selalu suka kalau ada informasi baru yang saya dapat lewat media cetak”, “Saya sebetulnya ingin bisa membaca, tapi saya masih buta huruf”, “Saya ingin membaca dan menjadi pintar, tapi biaya untuk membeli buku-buku itu sangat mahal”, “Saya sebetulnya ingin bisa membaca dengan bebas, tapi saya tidak punya waktu untuk itu”, dan pastinya banyak lagi alasan-alasan “per-tapi-an” lainnya.
Intinya, bisa saja dari hasil hitam di atas putih Indonesia ini memang memiliki minat baca yang lebih rendah dibanding negara lain. Namun, sejujurnya saya masih kurang percaya dengan hasil ini.
Bangsa kita adalah bangsa yang besar dan jaya. Di masa lalu saja, saat zaman kerajaan hindu-budha-dan Islam berkembang di tanah nusantara ini, ada banyak bacaan-bacaan yang dihasilkan, seperti Kitab Negarakertagama, Sutasoma, Arjunawiwaha, syair-syair Islami, dan banyak lainnya.
Ini membuktikan bahwa sebetulnya negeri kita yang sangat kita cintai ini memiliki hasrat, keinginan, ketertarikan, dan potensi yang besar terhadap dunia baca dan tulis. Meski hasil akhir dan output yang dihasilkan kenyataannya masih jauh dari harapan. Itu persoalan sistem, technical error, dan human error yang bermain. Yang sebetulnya terjadi adalah, bahwa hasrat, minat, dan keinginan untuk mencari tahu, belajar, membaca, dan haus informasi, bahkan keterampilan menulis, sejujurnya masih tersemai dalam lubuk hati kita, para penduduk Indonesia ini.  
Meski hasrat itu masih terpendam, meski minat itu masih rendah, meski rasa ingin tahu itu masih kalah oleh rasa malu-malu, dan meski bakat-bakat besar itu masih tersembunyi, paling tidak, minat itu, hasrat itu, dan keingintahuan itu masih ada. MASIH ADA!
Mungkin anda akan menertawai keyakinan saya akan hal ini. Mungkin anda akan mencibir pendapat saya tentang masih adanya minat baca yang dimililiki bangsa ini, padahal jelas-jelas banyak surveilans menyatakan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia tidak doyan buku dan tidak suka membaca. Kalaupun minat baca itu ada, toh nilainya juga rendah.
Mungkin anda akan bertanya heran, kenapa saya bisa sebegitu percaya diri bahwa rakyat bangsa ini suka membaca dan ingin membaca! Pasti anda akan mengerutkan alis tatkala saya dengan lantang meneriakkan “Siapa Bilang Orang Indonesia Tidak Suka Membaca?? Itu hal yang keliru!!!. Orang Indonesia sangat cinta membaca dan ingin menjadi seorang pembaca!”. Kalau anda tak sependapat dengan saya, anda boleh saja melengosi saya, meremehkan isi pikiran saya, dan meng-underestimate pendapat saya. Tapi, saya punya bukti kenapa saya berani dengan lantang menyuarakan bahwa orang Indonesia suka dan cinta membaca!





Foto di atas adalah foto yang saya ambil pada tanggal 2-4 November 2010 di depan Gedung Monumen Pers Solo

Setiap kali saya melewati bundaran Monumen Pers untuk berangkat kuliah, mata saya tak pernah berhenti terpana untuk menangkap fenomena unik ini. Selama sekian waktu, saya hanya bisa berdecak kagum melihat pemandangan itu. Saya pun melakukan survei dan pengamatan selama tiga hari berturut-turut. Yaitu dari tanggal 2-4 November 2010 di jam yang berbeda. Dan yang membuat saya semakin yakin bahwa orang Indonesia sangat cinta, butuh, dan gila membaca adalah tidak pernah sepinya papan koran gratis yang dipampang di depan Gedung Monumen Pers ini. Papan tersebut selalu ramai oleh orang-orang dari berbagai kalangan, mulai dari pegawai kantoran, tukang becak, pengendara sepeda motor, pegawai negeri, mahasiswa, dan banyak lainnya. Tujuan mereka hanya satu, yaitu membaca! Menelan informasi apapun yang disuguhkan di sana. Mereka rela meluangkan waktu, memberhentikan kendaraan sejenak, berdiri beberapa menit, untuk sekedar membaca. GRATIS. Karena mereka berhak, butuh dan juga cinta akan membaca.
Setelah melihat foto-foto tersebut, masihkah anda berpendapat bahwa orang Indonesia tidak suka membaca????
Kalau anda masih berkutat bahwa orang Indonesia tidak suka membaca, saya hanya ingin bertanya pada anda.  
“Anda orang Indonesia kan?”
“Dan saat ini anda tengah membaca tulisan saya kan??”
Kalau iya.
Masihkah anda bilang bahwa anda
(yang mengaku orang Indonesia) benci membaca???        ^_^ 

4 komentar:

  1. hehe.. betul.. tapi kebanyakan ya cuman membaca, tidak menyerapi atau memahami apa yang di baca :D

    (blog baru nih, kasi komen2 dulu ah :p)

    BalasHapus
  2. orang Indonesia emmang suka membaca (ketika materi tersebut menarik perhatiannya, kalau nggak menarik ya nggak dibaca).
    sebagai contoh : orang membolak-balik koran untuk mencari berita yang menurut dia menarik untuk dibaca.
    lalu contoh lain adalah ketika kita memilih novel untuk dibeli, kalau menurut kita cerita novelnya bagus maka kita akan membelinya bukan?
    ^_^

    BalasHapus
  3. Huahaha..aku ndak baca tulisanmu wi mbak.
    Langsung komen jee..
    *males, akeh tenin rek..ehehe
    :p

    eh, blog baruu nii!!
    ciyeee..makan-makan!!
    kenalan dulu atuh sama blogku..hehe
    *wah, sekarang kalo nulis di blogku kudu ati-ati ki, mbak ama berkeliaran ug
    wehehe
    :D

    BalasHapus
  4. @ndaru
    terima kasih
    @dek ichal
    iya betul...hehehe
    tapi sebenrnya gak betul juga sih
    lho??? jadi yang bener gimana???
    hehe
    @dek cha
    haiyah...kamu ini
    kayak tulisanmu nggak banyak wae
    hahaha
    oh iya, makanya, aku jadi pengawasnya mama
    awas aja kalau kamu sampai macam-macam tanpa sepengetahuanku
    *ngancam.com, ntar tebusannya kalau macem2 tak suruh njajakke kebab selama seminggu!
    hahaha

    BalasHapus